Pada tingkat global atau dunia, kesadaran akan pentingnya pengembangan ekonomi kreatif sudah lama ada. Tetapi kesadaran itu menguat ketika pada tahun 2008 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan laporan berjudul ”Creative Economy Report 2008”.
Di Indonesia, seperti diketahui, pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya pengembangan ekonomi kreatif. Hal itu tampak ketika pemerintah menetapkan Tahun 2009 lalu sebagai Tahun Ekonomi Kreatif dan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomer 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Pengembangan ekonomi kreatif sebelum diubahnya Kementerian Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berada secara implisit di bawah Kementerian Perdagangan. Kementrian Perdagangan menindaklanjuti Inpres Nomer 6 Tahun 2009 tersebut dengan Rencana Pembangunan Ekonomi Kreatif Tahun 2009- 2025.
Berdasarkan Inpres Nomer 6 Tahun 2009 tersebut yang dimaksud ekonomi kreatif adalah ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumberdaya manusianya sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Jadi ekonomi kreatif mengandalkan kreativitas dan pengetahuan serta informasi yang dimiliki oleh sumberdaya manusia sebagai aktor utamanya. Ekonomi kreatif, dengan demikian, mempunyai lingkup yang sangat luas dan punya keunggulan yaitu tidak akan kehabisan bahan baku seperti hal kegiatan ekonomi lain seperti industri. Terbukti pula kegiatan ekonomi kreatif tahan terhadap hujaman krisis ekonomi.
Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan ekonomi kreatif berdasarkan Inpres Nomer 6 tahun 2009 ada 14 kegiatan yaitu : periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; Fashion, video, film, dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.
Berdasarkan data dari Kementrian Perdagangan sumbangan kegiatan ekonomi kreatif pada tahun 2007 saja sudah sekitar 6,3 persen terhadap Pdoduk Domestik Bruto, 10,58 persen terhadap total ekspor Indonesia, dan sekitar 5,79 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Jadi sebenarnya sumbangan kegiatan ekonomi kreatif ini terhadap perekonomian Indonesia meskipun belum besar tetapi ada dan masih potensial untuk dikembangkan.
Skenario Pengembangan Ekonomi Kreatif
Namun dalam upaya pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia di bawah kementerian yang baru yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ada 2 (dua) skenario. Pertama, memandang dikaitkannya atau diletakkannya pengembangan ekonomi kreatif di bawah Kementerian Pariwisata sebagai masalah.
Berdasarkan definisi dan kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif yang tercantum dalam Inpres Nomer 6 Tahun 2009 maka kegiatan yang termasuk dalam ekonomi kreatif sangatlah luas. Kegiatan-kegiatan tersebut sebenarnya bisa masuk ke dalam semua Kementerian. Jadi tidak hanya di Kementerian Pariwisata saja. Dengan dimasukkannya pengembangan kegiatan ekonomi kreatif di Kementerian Pariwisata maka yang dikembangkan adalah kegiatan ekonomi kreatif yang terkait dengan sektor atau kegiatan pariwisata saja. Hal demikian telah mempersempit lingkup pengembangan ekonomi kreatif.
Ada dua alternatif untuk memecahkan masalah ini. Pertama, menghapus saja pengembangan ekonomi kreatif dari Kementerian Pariwisata. Implikasinya pengembangan kegiatan ekonomi kreatif harus ada di banyak kementerian yang terkait. Hal negatif yang bisa terjadi mungkin adalah duplikasi pada objek yang menjadi sasaran pengembangan ekonomi kreatif. Hal ini pernah terjadi pada pengembangan Usaha Kecil dan Menegah (UKM) di mana hampir semua kementerian dan lembaga, sebelum dibentuknya Kementerian Koperasi dan UKM, punya program pengembangan UKM. Akhirnya yang menerima bantuan khususnya dana dari berbagai kementerian dan lembaga adalah UKM yang sama. Sementara ada UKM yang sama sekali tidak menerima bantuan.
Alternatif kedua adalah melepas pengembangan ekonomi kreatif dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan membentuk kementerian sendiri yaitu Kementerian Pengembangan Ekonomi Kreatif. Dengan kementerian sendiri maka tanggungjawab dan alokasi dana juga akan lebih jelas. Bisa juga Kementerian Pengembangan Ekonomi Kreatif bertindak semacam Kementrian Koordinator yang membawahi beberapa Kementerian yang terkait dengan pengembangan kegiatan ekonomi kreatif.
Skenario kedua, memandang bahwa mengaitkan pengembangan ekonomi kreatif dengan kegiatan pariwisata bukanlah masalah. Implikasinya pengembangan kegiatan ekonomi kreatif tetap di bawah Kementrian Pariwisata dan dikaitkan dengan kegiatan pariwisata. Ada hubungan timbal balik antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi kreatif. Kegiatan pariwisata bisa merangsang dan memajukan kegiatan ekonomi kreatif dan sebaliknya bisa juga kegiatan ekonomi kreatif memajukan kegiatan pariwisata.
Jika melihat skenario pemerintah maka tampaknya pemerintah lebih memilih pengembangan pariwisata yang akan mengembangkan kegiatan ekonomi kreatif. Misalnya dengan pariwisata yang berkembang maka kegiatan ekonomi kreatif seperti kerajinan rakyat, pasar barang seni, dan seni pertnjukkan juga akan berkembang. Dengan skenario ini timbul masalah yaitu pengembangan kegiatan pariwisata sendiri ternyata belum optimal. Hal itu terlihat dari data yang dipublikasikan oleh Forum ekonomi Dunia (World Economic Forum) tahun 2011 berjudul ”Travel and Tourism Competetiveness Report 2011”, kegiatan pariwisata Indonesia menduduki posisi ke 74 dari 139 negara yang disurvei. Memang tahun sebelumnya (2010) posisi pariwisata Indonesia ada di posisi ke-81 yang berarti ada kenaikan 7 tingkat. Tetapi kalau dibandingkan dengan negara tetangga kita tertinggal jauh. Malaysia, misalnya berada di posisi ke 35.
Mengapa pariwisata di Indonesia belum berkembang secara optimal? Jawabannya sebenarnya adalah klasik dan sama dengan pengembangan kegiatan ekonomi riil yang lain yaitu karena buruknya infrastruktur, sistem logistik yang buruk, birokrasi yang tidak efisien dan korupsi yang belum bisa diberantas secara tuntas oleh pemerintah.
Di Indonesia, seperti diketahui, pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya pengembangan ekonomi kreatif. Hal itu tampak ketika pemerintah menetapkan Tahun 2009 lalu sebagai Tahun Ekonomi Kreatif dan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomer 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Pengembangan ekonomi kreatif sebelum diubahnya Kementerian Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berada secara implisit di bawah Kementerian Perdagangan. Kementrian Perdagangan menindaklanjuti Inpres Nomer 6 Tahun 2009 tersebut dengan Rencana Pembangunan Ekonomi Kreatif Tahun 2009- 2025.
Berdasarkan Inpres Nomer 6 Tahun 2009 tersebut yang dimaksud ekonomi kreatif adalah ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumberdaya manusianya sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Jadi ekonomi kreatif mengandalkan kreativitas dan pengetahuan serta informasi yang dimiliki oleh sumberdaya manusia sebagai aktor utamanya. Ekonomi kreatif, dengan demikian, mempunyai lingkup yang sangat luas dan punya keunggulan yaitu tidak akan kehabisan bahan baku seperti hal kegiatan ekonomi lain seperti industri. Terbukti pula kegiatan ekonomi kreatif tahan terhadap hujaman krisis ekonomi.
Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan ekonomi kreatif berdasarkan Inpres Nomer 6 tahun 2009 ada 14 kegiatan yaitu : periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; Fashion, video, film, dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.
Berdasarkan data dari Kementrian Perdagangan sumbangan kegiatan ekonomi kreatif pada tahun 2007 saja sudah sekitar 6,3 persen terhadap Pdoduk Domestik Bruto, 10,58 persen terhadap total ekspor Indonesia, dan sekitar 5,79 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Jadi sebenarnya sumbangan kegiatan ekonomi kreatif ini terhadap perekonomian Indonesia meskipun belum besar tetapi ada dan masih potensial untuk dikembangkan.
Skenario Pengembangan Ekonomi Kreatif
Namun dalam upaya pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia di bawah kementerian yang baru yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ada 2 (dua) skenario. Pertama, memandang dikaitkannya atau diletakkannya pengembangan ekonomi kreatif di bawah Kementerian Pariwisata sebagai masalah.
Berdasarkan definisi dan kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif yang tercantum dalam Inpres Nomer 6 Tahun 2009 maka kegiatan yang termasuk dalam ekonomi kreatif sangatlah luas. Kegiatan-kegiatan tersebut sebenarnya bisa masuk ke dalam semua Kementerian. Jadi tidak hanya di Kementerian Pariwisata saja. Dengan dimasukkannya pengembangan kegiatan ekonomi kreatif di Kementerian Pariwisata maka yang dikembangkan adalah kegiatan ekonomi kreatif yang terkait dengan sektor atau kegiatan pariwisata saja. Hal demikian telah mempersempit lingkup pengembangan ekonomi kreatif.
Ada dua alternatif untuk memecahkan masalah ini. Pertama, menghapus saja pengembangan ekonomi kreatif dari Kementerian Pariwisata. Implikasinya pengembangan kegiatan ekonomi kreatif harus ada di banyak kementerian yang terkait. Hal negatif yang bisa terjadi mungkin adalah duplikasi pada objek yang menjadi sasaran pengembangan ekonomi kreatif. Hal ini pernah terjadi pada pengembangan Usaha Kecil dan Menegah (UKM) di mana hampir semua kementerian dan lembaga, sebelum dibentuknya Kementerian Koperasi dan UKM, punya program pengembangan UKM. Akhirnya yang menerima bantuan khususnya dana dari berbagai kementerian dan lembaga adalah UKM yang sama. Sementara ada UKM yang sama sekali tidak menerima bantuan.
Alternatif kedua adalah melepas pengembangan ekonomi kreatif dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan membentuk kementerian sendiri yaitu Kementerian Pengembangan Ekonomi Kreatif. Dengan kementerian sendiri maka tanggungjawab dan alokasi dana juga akan lebih jelas. Bisa juga Kementerian Pengembangan Ekonomi Kreatif bertindak semacam Kementrian Koordinator yang membawahi beberapa Kementerian yang terkait dengan pengembangan kegiatan ekonomi kreatif.
Skenario kedua, memandang bahwa mengaitkan pengembangan ekonomi kreatif dengan kegiatan pariwisata bukanlah masalah. Implikasinya pengembangan kegiatan ekonomi kreatif tetap di bawah Kementrian Pariwisata dan dikaitkan dengan kegiatan pariwisata. Ada hubungan timbal balik antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi kreatif. Kegiatan pariwisata bisa merangsang dan memajukan kegiatan ekonomi kreatif dan sebaliknya bisa juga kegiatan ekonomi kreatif memajukan kegiatan pariwisata.
Jika melihat skenario pemerintah maka tampaknya pemerintah lebih memilih pengembangan pariwisata yang akan mengembangkan kegiatan ekonomi kreatif. Misalnya dengan pariwisata yang berkembang maka kegiatan ekonomi kreatif seperti kerajinan rakyat, pasar barang seni, dan seni pertnjukkan juga akan berkembang. Dengan skenario ini timbul masalah yaitu pengembangan kegiatan pariwisata sendiri ternyata belum optimal. Hal itu terlihat dari data yang dipublikasikan oleh Forum ekonomi Dunia (World Economic Forum) tahun 2011 berjudul ”Travel and Tourism Competetiveness Report 2011”, kegiatan pariwisata Indonesia menduduki posisi ke 74 dari 139 negara yang disurvei. Memang tahun sebelumnya (2010) posisi pariwisata Indonesia ada di posisi ke-81 yang berarti ada kenaikan 7 tingkat. Tetapi kalau dibandingkan dengan negara tetangga kita tertinggal jauh. Malaysia, misalnya berada di posisi ke 35.
Mengapa pariwisata di Indonesia belum berkembang secara optimal? Jawabannya sebenarnya adalah klasik dan sama dengan pengembangan kegiatan ekonomi riil yang lain yaitu karena buruknya infrastruktur, sistem logistik yang buruk, birokrasi yang tidak efisien dan korupsi yang belum bisa diberantas secara tuntas oleh pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar